OPINI - Data dalam Statistik Politik 2019 BPS, terdapat 34, 75 juta orang yang tidak menggunakan hak pilihnya atau golongan putih (golput) dalam pemilu presiden dan wakil presiden 2019 atau 18, 03 %. Pemilihan DPR terdapat 35, 295 juta setara dengan 18, 31?ri daftar pemilih tetap (DPT) pemilu 2019 yang sebanyak 192, 77 juta orang dan 34, 063 juta atau 17, 85 % yang tidak memilih calon perseorangan atau DPD.
Apa yang dimaksud golput dalam pemilu? Kata golput adalah singkatan dari golongan putih. Makna inti dari kata golput adalah tidak menggunakan hak pilih dalam pemilu dengan berbagai faktor dan alasan. Golput sudah terjadi sejak diselenggarakan pemilu pertama tahun 1955 akibat ketidaktahuan atau kurangnya informasi tentang penyelenggaraan pemilu.
Baca juga:
Tony Rosyid: Firli dan Prahara di KPK
|
Umumnya mereka tidak datang ke tempat pemungutan suara. Sedangkan di era Orde Baru, golput lebih diartikan sebagai gerakan moral untuk memprotes penerapan sistem pemilu yang tidak demokratis oleh penguasa saat itu yang sebagian golongan putih ini secara sadar menyatakan dirinya untuk tidak memilih.
Fenomena golongan putih (Golput) kemudian menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perjalanan penyelenggaran proses pemilihan umum di Indonesia.
Angka golput adalah persentase pemilih yang tidak menggunakan hak pilih terhadap jumlah seluruh penduduk yang berhak memilih atau terhadap partisipasi penduduk dalam pemilu. Partisipasi penduduk dalam pemilu adalah penduduk yang menggunakan hak pilih dalam Pemlu.
Angka partisipasi adalah persentase pemilih yang menggunakan hak pilih terhadap jumlah seluruh penduduk yang berhak memilih. Pemilu merupakan salah satu ciri penting negara demokrasi. Bisa dikatakan, tidak ada negara demokrasi tanpa pemilu. Pemilu yang secara regular dilaksnakan 5 tahun sekali sebagaimana telah diatur dalam UUD 1945 pasal 22 E ayat 1, memungkinkan pergantian kekuasaan dilaksanakan secara damai. Selain itu, pemilu juga dapat menghadirkan tekanan pada pemegang kekuasaan untuk memperhatikan kepentingan masyarakat umum.
Jika tidak, tokoh atau partai politik pemerintah bisa dihukum tidak dipilih lagi pada pemilu selanjutnya. Dua alasan pemilu sebagai variable penting negara yaitu pemilu merupakan suatu mekanisme transfer kekuasaan politik secara damai dan legitimasi kekuasaan seseorang atau partai politik tertentu yang sejalan dengan prinsip free and fair election.
Ironisnya, banyak dari golput yang tidak memilih ini, adalah kelompok orang-orang berpendidikan dan berpengetahuan. Beberapa alasan yang mungkin dapat menjelaskan pilihan mereka adalah kekecewaan terhadap kinerja parlemen, kasus korupsi yang marak yang melibatkan anggota parlemen, perasaan bahwa mereka tidak memiliki bagian dalam badan legislatif, serta fakta bahwa mereka tidak punya ide siapa yang harus dipilih.
Permasalahannya adalah, kenapa banyak yang golput? Empat kriteria golongan putih atau golput yaitu sebagai berikut :
1. Golput teknis yakni mereka yang karena sebab-sebab teknis tertentu (seperti keluarga meninggal, ketiduran dll) berhalangan hadir ke tempat pemungutan suara, atau mereka yang keliru mencoblos atau mencontreng sehingga suaranya tidak sah. Golput teknis politis yakni mereka yang tidak terdaftar sebagai pemilih karena kesalahan dirinya atau pihak lain (lembaga statistik, penyelenggara pemilu).
2. Golput politis, yakni mereka yang tak punya pilihan dari kandidat yang tersedia atau tidak percaya bahwa pemilu akan membawa perubahan dan perbaikan. Kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh petugas penyelenggara pemilu serta tim sukses peserta pemilu sehingga masyarakat tidak mengenal peserta pemilu yang lain sebagai alternatif yang lebih baik. Partai politik lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada menjalankan fungsi dasarnya sebagai perpanjangan dari rakyat. Masyarakat merasa telah dibohongi dengan janji-janji manis masakampanye namun semua itu tidak dapat terealisir. Sepertinya para wakil rakyat tersebut lupa bahwa jabatan kekuasaan adalahamanah yang harus dipertanggung jawabkan tidak saja kepadamasyarakat namun terlebih pada Tuhan Yang Maha Esa. Masyarakat menganggap bahwa tidak ada keuntungan-keuntungan yang mereka dapat dari pemilihan tersebut, ini juga membuat masyarakat menjadi jera terhadap calon-calon yang ada setiap diadakannya pemilu-pemilu, karena mereka telah beranggapan kalau semua calon pasti hanya akan mengumbar janji-janji saja namun tidak ada bukti real yang diberikan.
3. Golput ideologis, yakni mereka yang tidak percaya pada mekanisme demokrasi dan tidak mau terlibat di dalamnya entah karena alasan fundamentalis agama ataupun politik ideologi lain. Golput ideologis sebagai bentuk protes serta kekecewaan masyarakat terhadap pemerintahan yang ada, sehingga masyarakat menuntut sebuah perbaikan didalam sistem pemilu yang ada agar nantinya bisa menciptakan sebuah sistem pemilu yang benar-benar bisa menciptakan sebuah perubahan bagi daerah serta mampu menciptakan seorang pemimpin yang benar-benar bisa memberikan kesejahteraan. Pola golput ideologis adalah pola golput dimana masyarakat sudah tidak percaya lagi dengan sistem pemilu yang ada, dengan berkaca pada ketidakpercayaan terhadap sistem pemilu tersebutlah membuat masyarakat menjadi malas untuk ikut berpartisipasi terhadap pemilihan-pemilihan yang dilaksanakan oleh pemerintah.
Baca juga:
Jhony Aldo: Jangan Merusak Pemilu 2024
|
4. Partisipasi politik adalah aktivitas warga negara yang bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan politik. Golput adalah gerakan protes politik yang didasarkan pada segenap problem kebangsaan, sasaran protes dari dari gerakan golput adalah pemerintah dan penyelenggaraan pemilu. Memang Golput bukanlah pilihan bijak, namun Golput adalah hak suara. Golput (golongan putih) merupakan hak konstitusional, hak memilih untuk tidak memilih, yang dilindungi oleh UUD 1945 Pasal 28 E Ayat 2, dimana “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”.
Mari sejenak kita berpikir, apa yang terjadi jika Anda tidak memilih? Sejumlah besar pemilih yang kurang berpengetahuan akan memilih kandidat yang membeli suara dari orang miskin, atau kandidat dari kalangan selebritis yang hanya menjual tampang dan popularitas – pada dasarnya orang-orang yang tidak pantas duduk di parlemen. Atau mungkin mereka akan memilih berdasarkan prasangka mereka – bias-bias ras dan agama – sehingga mengantarkan orang yang dapat mengancam keberagaman yang kaya sebagai dasar bangsa ini, ke kursi lembaga perwakilan. Ketika orang-orang yang golput ini kemudian mengeluh tentang pemerintah yang tidak efektif atau korupsi di parlemen, bolehkah saya mengatakan: “Anda tidak memberikan suara, jadi tidak berhak untuk protes. Anda tidak memiliki kepemilikan dalam hal ini.”
Jika Anda masih belum tergerak memilih, berikut adalah beberapa alasan mengapa Anda harus mencoblos:
Jika Anda pikir parlemen tidak ada hubungannya dengan orang-orang biasa seperti saya dan Anda sehingga tidak ada perlunya kita memilih dalam pemilu legislatif, coba pikirkan kembali.
Pajak-pajak yang Anda bayar akan masuk ke kantong angota-anggota legislatif sebagai gaji mereka, untuk membayar staf dan merawat rumah dinas, dan membayar biaya transportasi, untuk memastikan mereka menghadiri rapat parlemen, dst, dst. Seorang anggota badan legislatif dapat membawa pulang uang bulanan lebih dari Rp 50 juta. Anda pembayar gaji mereka, jadi Anda harus memastikan mereka adalah orang-orang yang akan bekerja keras saat duduk di kursi-kursi empuk tersebut.
Anda khawatir saat terpilih, mereka akan sama korupnya dengan pendahulu mereka. Sebuah survei yang dilakukan oleh sebuah koalisi LSM menunjukkan bahwa hanya 0, 5 persen dari kandidat-kandidat anggota legislatif yang memiliki catatan bersih dan kompetensi. Hal ini menjadi alasan lain untuk memilih orang-orang yang tepat. Jika itu tidak cukup, ada satu hal yang keterlaluan yang harus Anda tahu: saat Anda dan saya sibuk menertawakan banyolan politik, DPR bersama pemerintah saat ini sedang bersekongkol untuk melakukan perubahan-perubahan pada hukum pidana Indonesia yang dapat merongrong wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Jika disahkan, inisiatif legal ini akan mempersulit KPK dalam menyelidiki dan melakukan tuntutan dalam kasus-kasus korupsi. Pilihlah kandidat yang berkomitmen memberantas korupsi, bukannya mengeremnya.
Parlemen memiliki pekerjaan lain selain membuat undang-undang. Badan ini memutuskan anggaran negara bersama dengan pemerintah, mengawasi badan eksekutif, dan membantu memilih orang-orang yang akan menjabat posisi-posisi kepemimpinan strategis seperti Komandan Militer, Kepala Kepolisian RI dan hakim-hakim Mahkamah Agung. Ini adalah keputusan-keputusan penting yang seharusnya tidak dibuat oleh orang-orang yang tidak kompeten dan serakah.
Tapi Anda tidak tahan dengan partai-partai politik? Siapa juga yang tahan? Mereka gemuk, perlu banyak uang untuk beroperasi (sehingga memberikan tekanan pada para kader untuk mendapatkan uang dengan cara apapun), dan mereka tidak peduli dengan para konstituen sampai tiba waktu pemilu.Kabar baiknya adalah, banyak kandidat legislatif yang bukan merupakan kader partai, namun undang-undang mengharuskan mereka mencalonkan diri lewat partai.
Riset yang dilakukan terhadap beberapa anggota parlemen telah membuktikan bahwa masih ada orang baik yang menggunakan partai sebagai kendaraan menuju parlemen. Dan memang seharusnya seperti itu, bukan sebaliknya.
Anda tidak terlalu peduli dengan pemilihan legislatif dan hanya ingin mencoblos pada pemilihan presiden. Tunggu dulu. Aturan di Indonesia mewajibkan sebuah partai politik untuk memenangkan 25 persen dari jumlah total suara atau 20 kursi di parlemen supaya bisa mengajukan calon presiden, atau mereka harus membentuk koalisi dengan partai-partai lain (sebuah proses yang akan mengarah pada iklim politik dagang sapi yang kental).
Jika Anda ingin kandidat Anda maju dalam pemilihan presiden, Anda tidak punya pilihan selain memilih partainya. Atau dapat juga memilih kandidat legislatif yang berasal dari partai yang berlawanan dengan partai kandidat presiden pilihan karena partai pilihan calon presiden sudah mendapatkan banyak suara, untuk memastikan adanya oposisi yang kuat di parlemen. Meski terlalu banyak kandidat dan bingung memilih, Anda bisa menelusuri di internet jejak rekam kandidat legislatif atau di laman Komite Pemilihan Umum.
"..... Jangan biarkan orang lain
mengambil keputusan mengenai nasibmu,
tanpa kamu terlibat di dalamnya....."
Barru, Ahad 28 Mei 2023
Penulis: Saribulan
Baca juga:
Tony Rosyid: Puan Makin Terancam?
|